Maaf

Saat kecil dulu, selalu ada pertengkaran antar teman. Kadang, ada beberapa yang menangis, marah, berteriak, atau sekedar menekuk wajah. Orang-orang dewasa di sekitar selalu menyuruh seseorang yang bersalah untuk meminta maaf. Jika semua salah, meminta semua untuk saling memaafkan, secepatnya. Ajaib. Anak-anak itu berhasil melakukannya dengan mudah dan langsung melupakan segalanya, kembali bermain seakan tidak ada tragedi sebelumnya. Dan, itu berlangsung ratusan kali dalam masa kanak-kanak setiap orang. Kupikir begitu.

Kemudian, waktu mengantarkan kita semua menjadi orang dewasa. Besar dan bertanggung jawab. Menyelesaikan pendidikan dan memasuki dunia kerja tempat kita mencari setiap sen demi meneruskan penghidupan. Apakah dunia lantas jadi pembela dan kita akhirnya mendapatkan hak untuk jumawa di hadapan anak-anak kecil itu?

Orang dewasa selalu menyuruh. Meminta. Menggurui. Padahal belum tentu kami bisa melakukannya jika jadi kalian.

Maaf menjadi barang mahal. Lapang hati terasa sulit. Ketika ego menjadi prinsip, ia mengkristal tak peduli salah atau benar. Dan meminta maaf rasanya akan menjadi sebuah palu besi yang siap menghantam kristal itu keras-keras.

Dewasa ini, bahkan aku bertanya kepada diriku sendiri, bagaimana caranya meminta maaf dan memaafkan?

Bisakah orang dewasa lainnya meminta maaf dengan mudah sekalipun masih tidak mengerti apa kesalahannya?

Mampukah orang-orang itu melapangkan hati untuk memaafkan walaupun tahu kesalahannya?

Emosi memiliki spektrum luas sebagaimana ia hanya dimiliki oleh manusia. Pengetahuan menjadi penunjang keberhasilan mengidentifikasinya. Manusia-manusia kecil sepertinya baru menyicip sedikit dari luasnya emosi maka ego mereka bersifat lunak dan cair. Sedangkan manusia-manusia besar sudah merasakan pahit getir gelombang emosi yang bisa seorang manusia miliki maka ia butuh egonya untuk melindungi diri. Makin keras, seakan makin baik dan terhormat.

Tentang meminta maaf dan memaafkan,

Agaknya itu akan jadi pembahasan panjang bagi khalayak ramai.

Ternyata, meminta maaf tidak semudah menyapa kawan. Memaafkan sama susahnya dengan melompat Bungee Jumping. Meminta maaf dan memaafkan sama-sama butuh pembiasaan dan juga keberanian.

Meneguhkan hati untuk bicara satu kata penuh arti; Maaf.

Melapangkan hati agar bisa membuka diri menerima satu kata; Maaf.

Helaan nafas mengisi setiap spasi
Antar jeda ia memenuhi
Menggantung tapi bermaksud
Atas aksara yang belum bisa larut dalam bicara

Leave a comment